A+ A A-

  • Dilihat: 717

Bangkit dan Bertindak Untuk Kesejahteraan Bersama

HARI MINGGU XI SESUDAH PENTAKOSTA
Nehemia 1: 1 – 7

“Kami telah sangat bersalah terhadap-Mu dan tidak mengikuti perintah-perintah, ketetapan-ketetapan dan peraturan-peraturan yang telah Kauperintahkan kepada Musa, hamba-Mu itu.”ayat 7

Saudara pasti masih mengingat peristiwa kelabu saat terjadi tragedy berdarah di Maluku dan sekitarnya. Tragedi ini menyebabkan tidak sedikit rumah, fasilitas umum dan rumah-rumah ibadah hancur. Selain itu, hilangnya harta benda dan berates-ratus nyawa melayang. Membangun kembali sesuatu yang sudah runtuh tidak semudah membalikkan tangan, butuh proses yang panjang dan kemauan yang keras untuk bangkit dari keterpurukan tersebut.

Umat Yehuda mengalami kehancuran. Bait Allah dirobohkan dan harta benda mereka dirampas kerajaan Babel(tahun 586SM). Pada masa kerajaan Persia, ada titik terang dimana raja Persia mengijinkan orang-orang Israel pulang, beribadah kepada Allah serta mengijinkan membangun kembali Bait Allah yang hancur(band.Yes.44: 28). Pada saat itu, Nehemia menjadi juru minum kerajaan yang bertugas melayani minuman raja.

Kedudukan penting Nehemia di Kerajaan Persia (1:11b) tidak melunturkan kecintaan dan kebanggaannya terhadap bangsa sendiri. Oleh sebab itu, berita tentang terlantarnya kota Yerusalem dan umat yang ada di dalam kota tersebut membuat Nehemia bersedih.(ay.4). Nehemia mendapat informasi dari Hanani salah seorang Yehuda yang terluput dari tawanan memberitakan bahwa saudara-saudara mereka dalam kesukaran besar dan hidup tercela. Tembok Yerusalem telah dibongkar dan pintu-pintu gerbangnya telah terbakar.(ay3). Hancurnya tembok Yerusalem dan pintu-pintu gerbangnya berarti kota ini menjadi lemah dan tidak terlindungi. Bagaimana reaksi dan respon Nehemia ketika mendapat informasi seperti ini? Disinilah “siapa saya yang sesungguhnya” akan nampak! Reaksi dan cara kita menghadapi masalah menceminkan kualitas dari spiritualitas kita.

Melalui Nehemia kita belajar tentang pribadi yang mampu menghubungkan secara realistis antara cinta kepada bangsa dan kesetiaan kepada Tuhan, yang bersedia menempuh risiko apapun tanpa kehilangan prinsip spiritualitasnya.