- Kategori: Blog
- Ditulis oleh Pdt. Henry Jacob, STh.
- Dilihat: 4137
Revitalisasi dan Refungsionalisasi Gereja (Roma 12: 9-21)

Revitalisasi dan refungsionalisasi, dalam bahasa sederhana adalah memfungsikan alat-alat vital. Dalam tubuh manusia organ yang sangat vital di kepala adalah otak dan di badan adalah jantung. Vital, karena cuma ada satu, yang kalau rusak atau tidak berfungsi, maka seluruh tubuh akan tidak berdaya.
Paru-paru ada dua, rusak satu masih ada satu. Ginjal ada dua, rusak satu, masih ada satu. Tetapi kalau otak dan jantung cuma ada satu. Alat kelamin bukanlah organ Vital, tetapi organ reproduksi. Hanya masyarakat sudah salah kaprah menyebutnya sebagai organ vital.
Otak manusia mendapat suplai oksigen dari jantung. Jika suplai oksigen terhenti, maka otak manusia pun dapat mengalami kerusakan yang hebat, stroke. Sehingga otak dan jantung manusia harus benar-benar berfungsi dengan baik agar tubuh manusia dapat berdaya guna.
Dalam tubuh gereja GPIB, ada dua lembaga yakni Majelis Sinode dan Majelis Jemaat, dimana Majelis Sinode disebut sebagai Otak-nya GPIB dan Majelis jemaat disebut sebagai Jantung-nya GPIB. Keduanya merupakan lembaga yang sangat vital dalam tubuh GPIB. Kedua lembaga ini harus berfungsi dengan baik agar tubuh GPIB dapat berdaya guna dalam mengemban misi Kristus di dalam dunia.
Pada tahun 2003, GPIB mengangkat tema Revitalisasi dan Refungsionalisasi ini sebagai Tema Tahunan GPIB, yang menjadi panduan seluruh kegiatan GPIB di tahun itu. Belum ada kajian secara khusus dan serius tentang sejauh mana hal tersebut telah terjadi. Namun, kita dapat melihat dari kenyataan yang ada dalam gereja GPIB bahwa lembaga-lembaga Vital dalam tubuh GPIB tersebut belum benar-benar berfungsi dengan baik.
Antara otak dan jantung ada sistem yang mengaturnya dan menghubungkannya, dimana jika sistem tersebut tidak berjalan lancar, maka otak dan jantung pun tidak dapat berhubungan dengan baik. Akibat lebih jauh adalah organ-organ tubuh yang lain pun menjadi kacau. Dalam tubuh gereja GPIB, sistem yang mengatur dan menghubungkan kedua lembaga tersebut serta organ lainnya adalah Tata Gereja GPIB. Disanalah diatur bagaimana cara kerja ’otak’ dan ’jantung’, serta ’organ-organ tubuh’ yang lain. Kenyataanya, Tata Gereja GPIB yang diberlakukan sekarang, tidak utuh. Tidak utuh karena terdiri dari beberapa bagian, yakni :
- Tata Gereja 1982 (Peraturan tentang : Bidang Pelayanan Kategorial, MUPEL, Badan-badan Pembantu serta Pendewasaan dan Pelembagaan jemaat)
- Tata Gereja 1996 (Tata Dasar, Peraturan Pokok I, II dan III serta Peraturan tentang Kepegawaian Pendeta dan Pegawai GPIB)
- Tata Gereja 2002 (Peraturan tentang : Pemilihan Penatua dan Diaken, Tata Tertib Persidangan, Tata Cara Pemilihan Majelis Sinode dan Badan Pemeriksa Perbendaharaan Gereja (BPPG), Perbendaharaan GPIB, Badan Pemeriksa Perbendaharaan Gereja GPIB)
Para Presbiter GPIB sudah terbiasa bekerja di dalam dan dengan sistem yang ada, dengan aturan-aturan yang ada. Ketika terjadi masalah besar dalam tubuh GPIB, seringkali akar masalahnya adalah pada sistem (aturan) yang kacau itu. Karena itulah kita sangat berharap sekali bahwa dalam Persidangan Sinode XIX tahun 2010, GPIB dapat menghasilkan suatu Tata Gereja GPIB yang lengkap dan utuh. Jika hal itu terlaksana, maka organ-organ vital dalam tubuh GPIB dapat berfungsi kembali dengan lebih baik, sehingga GPIB benar-benar dapat berdaya guna untuk melayani.
Memang, dengan sistem yang tidak utuh seperti sekarang ini, tubuh GPIB tetap dapat berjalan. Tetapi ia berjalan seperti orang yang sedang sakit, tidak berdaya untuk menghasilkan karya-karya yang benar-benar dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat di sekitarnya. Jangankan untuk memberdayakan orang lain, untuk memberdayakan dirinya sendiri saja tidak mampu, karena sakit. Karena itu, menghasilkan Tata Gereja GPIB yang lengkap dan utuh, bukan hanya merupakan suatu kerinduan tetapi sudah keharusan, jika benar-benar kita menginginkan GPIB berdaya guna dan berhasil guna.