A+ A A-

Ibadah di Gedung Gereja Terbesar di dunia

Hari Minggu pagi tanggal 19 Juni 2011, kami bersiap-siap mengikuti kebaktian hari Minggu, kali ini tidak di Ekklesia, Kalibata. Saya, bersama suami dan dua orang putri kami, Marlene dan Marvina sedang berlibur di Seoul, Korea Selatan.  Setelah mendapat petunjuk dari pemilik Hotel tempat kami menginap,  yang baik hati, kami tidak jadi menggunakan angkutan umum, melainkan memanggil Taxi untuk pergi ke gereja YOIDO di pulau Yoido yang terletak di dalam bagian selatan kota Seoul yang sangat modern ini.

Informasi tentang gereja ini sudah kami peroleh dari internet, namun diperkuat dengan arahan dari Korsek sektor 6 ibu Franciene Sugondo yang juga pernah menghadiri kebaktian di gereja ini.

Setibanya di lokasi gereja, kami melihat eksterior gereja yang sangat berbeda dengan bentuk gereja pada umumnya di Eropa, yang banyak menjadi inspirasi bentuk gereja di Indonesia, terutama yang dibangun sejak jaman penjajahan Belanda. Dengan dinding luar berwarna merah bata,  di bagian atas tertulis “Yoido Full Gospel Church”, dibawah tulisan dengan huruf Korea, tanpa gambar salib. Gedung gereja ini lebih mirip stadion, karena ukurannya yang sangat besar berbentuk setengah lingkaran.

Sebenarnya kami belum tahu, denominasi apa yang dianut oleh gereja ini, yang jelas bukan gereja Katolik. Gereja ini didirikan oleh Rev.Dr.David Yonggi Cho pada tahun 1958, sedangkan gedung gereja di Yoido ini dibangun dan digunakan sejak tahun 1978. Saat ini anggota jemaat mereka sudah hampir mencapai 1.000.000 warga Korea Selatan.

Ternyata ibadah yang sudah dimulai pukul 9, belum selesai dan kami menunggu ibadah pukul 11 sambil berfoto sana-sini. Gereja ini melayani ibadah  umum hari Minggu sampai 7 (tujuh) kali, dimulai pukul 7:00 pagi. Setelah ibadah pukul 9 usai, terlihat begitu banyak umat Tuhan yang keluar dari gereja dan kami bergegas masuk ke dalam ruang gereja melalui beberapa tangga. Majelis gereja setempat yang terlihat cukup banyak, menyambut umat Tuhan yang datang, dengan sigap dan ramah sambil membagikan kertas dan sesekali meneriakkan Haleluyah. Tentu mereka melihat kami yang bukan orang Korea, sehingga Majelis mengarahkan kami untuk duduk di balkon dengan tulisan “foreigner”.  Setelah duduk di barisan terdepan balkon sebelah kiri, saya baru menyadari bahwa interior gereja ini amat sangat besar dan terang benderang. Menurut informasi, kapasitas gereja ini sampai 26.000 orang, dan hari Minggu itu semua bangku terisi penuh. Saya bisa melihat “crowd” atau jemaah yang masuk bergegas untuk duduk di baris paling depan, lalu belakangan semua bangku terisi penuh sampai belakang. Seorang majelis gereja mendekati kami dan mengajarkan bagaimana menggunakan “headset” dan memilih bahasa terjemahan yang dimengerti. Ada pilihan bahasa yaitu: Inggris, China, Jepang, Perancis, Spanyol, Rusia dan ……INDONESIA. Ya….kami mengikuti ibadah di Seoul Korea, dalam bahasa Indonesia. Semua kata-kata termasuk khotbah di terjemahkan dalam bahasa Indonesia (di headset kami), sedangkan nyanyian diterjemahkan dalam tulisan bahasa Inggris di 2 (dua) buah layar lebar. Hampir semua lagu yang dinyanyikan, saya kenal dengan baik dan ada di Kidung Jemaat kita. Majelis tsb juga menyempatkan diri untuk memfoto kami, sambil berpesan bahwa selama ibadah berlangsung, kami boleh  berfoto-foto tetapi tidak diperkenankan menggunakan lampu kilat atau “blitz”

Ibadah diawali dengan menyanyikan beberapa nyanyian rohani diiringi oleh paduan suara yang menggunakan baju jubah warna putih dan diiringi oleh “orchestra”. Pelayan Firman Rev. Young-hoon Lee berkhotbah berdasarkan firman Tuhan dari Wahyu 2:12-17. Terlihat jemaat di dalam gedung gereja sangat antusias mengikuti jalannya ibadah.

Setelah usai ibadah, kami  dan semua “foreigner” diundang untuk mengikuti pengarahan oleh majelis jemaat. Namun kami tidak mengikuti acara tsb, karena kami mengejar waktu untuk ke airport, melanjutkan perjalanan kami ke Pulau Jeju di Korea Selatan.

Ketika kami keluar ruangan ibadah, ternyata jemaat yang akan mengikti ibadah berikutnya sudah terlihat berduyun-duyun memasuki ruangan ibadah.  Terdengar kembali teriakan Haleluyah oleh Majelis Jemat. Di luar gedung gereja, saya baru melihat salib besar berdiri berhadapan dengan pintu masuk gedung gereja, tetapi masih dalam satu halaman gereja. Gereja ini hanya memiliki halaman atau ruang parkir yang sempit, namun demikian hanya terdapat beberapa kendaraan saja yang parkir. Sebagian besar “crowd” justru mengantri di halte-halte bus sekitar gereja. Berarti mereka lebih banyak menggunakan kendaraan umum ketimbang kendaraan pribadi. Di lantai basement ternyata disediakan dispenser untuk kopi, teh dan minuman lain yang dapat diperoleh dengan memasukkan uang koin. Demikian juga dengan toilet, disediakan cukup banyak dalam kondisi bersih.

Lebih dari 50% warga Korea Selatan beragama Kristen (Protestan dan Katolik), sisanya beragama Budha dan lain-lain, termasuk tidak beragama. Dalam doa syafaat, pendeta tidak lupa mendoakan juga saudara2 mereka di Korea Utara yang berfaham komunis dan bermusuhan dengan mereka. Saya bersyukur pada Tuhan dapat ambil bagian dalam ibadah yang diikuti oleh ribuan jemaat di gereja Yoido, Seoul.